Yang paling mudah diingat tentang Kamboja adalah rezim Polpot. Reputasinya membantai banyak orang dan mengumpulkan tengkorak kepalanya menjadi mimpi buruk bagi sebagian orang.
Saya menginjakan kaki disana tidak menggunakan pesawat, tapi blusukan lewat jalur darat dari Saigon, Vietnam. Rute yang kurang familier di kalangan orang Indonesia, namun di imigrasi perbatasannya penuh sama bule-bule yang melalui rute yang sama.
Kota tujuan pertama saat itu adalah Phnom Penh, yaitu ibukota Kamboja. destinasi favorit di kota ini adalah museum tentang kekejaman Polpot dulu dan sungai Mekong. Dengan berbekal GPS di hape, saya melihat jarak antara terminal dan hotel lumayan jauh. Sehingga terpaksa menggunakan tuk-tuk untuk mencapainya.
Sepanjang perjalanan tuk-tuk, suasana kota yang saya amati kurang lebih sama seperti kota-kota asia lainnya. Hanya saja tidak semetropolitan jakarta.
Mengingat waktu yang kami punya tidak banyak untuk dihabiskan di kota ini, kami hanya sempat jalan kaki di sekitaran hotel, menuju sungai mekong dan area sekitarnya yang sudah dibuat rapih dalam rangka pertemuan ASEAN. Selama jalan kaki tersebut, kami melewati daerah-daerah para backpacker dan juga kuil-kuil.
Semalam di ibukota Kamboja, esoknya kami melanjutkan perjalanan darat menuju Siem Reap yang terkenal itu, Tujuan utama pelancong di Kamboja.
Siem Reap adalah daerah yang memang khusus untuk turis. Hotel-hotel, cafe, pasar malam, dan Kuil. Kompleks Candi Angkor Wat yang luas menjadi daya tarik utama daerah ini. Kami menghabiskan dua malam di kota ini. Satu hari penuh digunakan untuk keliling candi dengan memakai tuk tuk.
Kondisi tempat wisata ini sangat teratur. Bersih, warganya ramah, dan fasilitasnya cukup baik. makanan dan barang konsumsi disana pun terbilang murah. Tidak semahal tempat wisata pada umumnya. Hotel tempat kami tinggalpun tergolong murah untuk lokasi yang strategis, fasilitas yang cukup baik, dan kamar yang nyaman.
Subscribe to my feed