About Me

Subscribe now!Feeds RSS

Latest posts

Other Things

Tuesday, February 27, 2007

waiting

1 comments


Judul buku : Waiting

(Sebuah Penantian)

Penulis : Ha Jin

Penerbit : Q-Press

Cetakan : I, Agustus 2006

Tebal : 443 halaman

Setidaknya ada dua alasan mengapa saya membeli buku ini. Pertama, di sampul depannya terdapat tulisan yang menunjukan bahwa buku ini meraih beberapa penghargaan, yaitu peraih the national book award, peraih the pen faulkner award, finalis pulitzer prize, dan buku terkemuka versi new york times. Kedua, ketika saya membelinya di sebuah toko buku, toko tersebut sedang memberikan diskon 30 %. Jadi buku ini bukan tipe buku yang diceritakan dari bibir ke bibir oleh banyak orang. Setelah saya selesai membaca isinya, saya menjadi mengerti bahwa ini bukan tipe buku yang bisa menarik bagi semua orang. Buku ini tidak menggambarkan keindahan fisik suatu tempat, tidak juga membuka wawasan kita akan hal-hal baru yang menggemparkan seperti halnya davinci code. Tetapi, buku ini menceritakan tentang kemanusiaan. Ya! Tema yang tidak bisa menarik bagi semua orang.

Buku ini mempunyai tokoh sentral yaitu Lin Kong, seorang dokter di angkatan bersenjata Cina. Dia pulang ke kampungnya setiap musim panas ke kampungnya untuk menceraikan istrinya, Shuyu, seorang perempuan tradisional. Akan tetapi rencana ini selalu tidak berhasil. Di lain pihak, Manna Wu, perempuan modern, perawat berpendidikan yang menjadi kekasihnya di kota, tiap tahun pula harus menerima kenyataan penundaan pernikahannya. Alasan di balik setiap kegagalan perceraian dibuat dengan sangat baik sehingga pembaca bisa menerima alasan itu dan memanggapnya menjadi hal yang memang tidak sederhana. Hal ini dijelaskan dengan menggambarkan hubungan Lin Kong dan Shuyu yang memang tidak sederhana. Begitu pula penundaan perkawinan antara Lin Kong dan Manna Wu dituliskan menjadi hal yang tidak sederhana. Sehingga pada akhirnya ini melibatkan tiga orang aktor utama yaitu Lin Kong, Shuyu, Manna Wu yang harus bergelut antara tuntutan-tuntutan kerinduan manusiawi dan tradisi yang sangat berakar sangat kuat.

Cerita ini dimulai dengan kondisi saat ini, yaitu di suatu musim panas 17 tahun sejak perpisahan pertama Lin Kong dan Shuyu. Lalu latar cerita mundur, menceritakan kisah pertemuan pertama Lin Kong dan Manna Wu. Lalu maju ketika Anak Lin Kong dan Manna Wu berumur 4 tahun. Lalu cerita perlahan-lahan maju sampai ketika tiap tahun Lin Kong pergi ke kampungnya untuk menceraikan istrinya.

Penggambaran hubungan tokoh-tokoh itu dilukiskan dengan baik sekali. Sampai-sampai pembaca akan bisa merasakan perasaan dan emosi tiga tokoh tadi, terutama Lin Kong dan Manna Wu. Kedalaman penggambaran tokoh tadi dicirikan dengan kemampuan penulisnya dalam mengungkapkan bahasa universal dari kalbu manusia. Selain itu, sepertinya penulis novel ini tidak ingin menampilkan emosi lain selain dari tiga tokoh ini dalam pergulatannya dengan tradisi. Instansi-instansi yang ditulis dalam novel inipun digambarkan sebagai birokrasi yang bersih dan tidak korup, sehingga tidak memberikan efek emosional apa-apa bagi pembacanya. Berbeda dengan tulisan-tulisan Pramoedya Ananta Toer misalnya, yang selalu menimbulkan greget sekaligus kegetiran melihat sikap-sikap para pembesar dan lembaga-lembaga formalnya.
Disamping hubungan antar manusia yang menjadi sentral buku ini, pembaca juga bisa mendapatkan “bonus” berupa wawasan akan kondisi Cina ketika mulai munculnya Deng Xiao Ping dan juga kondisi sesaat sebelum kemunculan Deng Xiao Ping yang terkenal dengan ucapannya “menjadi kaya adalah mulia” dan “reformasi dan membuka diri”. Juga gambaran akan tradisionalisme Cina yang rumit namun unik saat itu.

Comments
1 comments
Do you have any suggestions? Add your comment. Please don't spam!
Subscribe to my feed
Anonymous said...

tfs ya...
tak copas di blogkku

Post a Comment